Sate Klathak
Nikmatnya sate klathak selalu bikin kangen

Sate Klathak selama ini sudah menjadi salah satu ikon kuliner Yogyakarta selain gudeg dan bakpia. Bagi para wisatawan yang sedang berlibur ke Yogyakarta, Sate Klathak biasanya menjadi pilihan wisata kuliner yang wajib dicoba. Cita rasa yang khas, daging ya empuk, cara masaknya dan penyajiaanya selalu menjadi magnet wisatawan untuk mencoba makanan satu ini.

Keunikan dari sate ini dengan varian sate lain adalah cara bakarnya, yaitu menggunakan jeruji besi sebagai tusuk sate. Tentunya, hal ini menjadi tidak lazim, karena biasanya tusuk sate menggunakan bahan baku bambu. Selain itu, bumbuny pun juga sangat sederhana, hanya garam saja. Sangat berbeda sekali dengan olahan sate lainnya.

Asal Usul

Sate Klathak pertama kali dibuat oleh Jupaini. Kala itu, Jupaini yang bekerja sebagai supir andong memutuskan untuk beralih pekerjaan menjadi penjual sate kambing. Berbeda dengan sate kambing pada umumnya, Jupaini hanya melumuri daging kambing dengan garam sebelum dibakar. Pada proses pembakaran, bara api yang membakar garam memunculkan suara “klatak klatak klatak”. Dari sinilah nama klathak muncul dan menjadi nama makanan ini.

Jupaini lalu memiliki ide lain untuk menjual sate kambing dengan kemasan yang berbeda. Beliau menggunakan jeruji sepeda sebagai tusuk sate. Tapi siapa sangka, ternyata penggunaan jeruji bisa membuat daging kambing matang lebih merata. Cukup berbeda dengan sate yang menggunakan bambu sebagai tusuk satenya, karena terkadang tusuk sate bambu mudah patah ketika dibakar. Karena penggunaan jeruji inilah yang membuat sate klathak menjadi menjadi salah satu ikon kuliner Nusantara.

Penyajian

Biasanya, satu porsi makanan ini berisi dua sampai tiga tusuk sate. Kalo dari jumlahnya, porsinya terkesan sedikit. Tapi bentuk irisan daging kambing yang tebal dan ukurannya yang besar. Karena menggunakan daging kambing muda, satenya menjadi memiliki tekstur yang empuk. Biasanya, makanan ini tersaji bersama kuah kare yang hampir mirip dengan gulai. Bagi yang suka pedas, bisa juga pakai irisan cabai rawit.

Ternyata penggunaan kuah kare sebagai pendamping sudah ada dari ketika Jupaini mulai berjualan. Jupaini memadukan beberapa bumbu kedalam kuah kare sebagai pelengkap sate yang hanya menggunakan garam. Cara penyajian ini masih bertahan sampai sekarang dan menjadi keunikan tersendiri.

Resep warisan Keluarga

Dari puluhan warung yang berjejer pada sepanjang jalan Imogiri, terdapat sebagian warung sate yang masih keturunan asli dari Jupaini. Saat ini, tiga dari sembilan anak Jupaini juga memiliki usaha warung sate klatak, yaitu Maadi, Hawing, dan Kabul.

Selain anak-anaknya, dua cucu Jupaini, yakni Pak Nyong dan Pak Pong. Mereka berdua adalah kakak-adik. Dari warung mereka berdua, warung milik Pak Pong menjadi yang paling terkenal dan menjadi destinasi wisata kuliner para wisatawan.

Warung Lain Selain Pak Pong

Selain warung milik Pak Pong, ada juga beberapa tempat makan sate klathak terkenal lainnya, seperti

1. Sate Klathak Pak Jede Khas Jejeran

Warung ini beralamatkan Jalan Nologaten, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jam buka warung ini mulai pukul 11.00 sampai dengan 23.00. Sate klathak warung ini juga menggunakan bumbu sederhana, yaitu garam, merica, dan garam, serta tambahan kuah. Harga mulai dari 20 ribuan.

2. Sate Klathak Pangestu

Warung ini beralamatkan pada jalan Damai No. 10, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Warung Sate Klathak Pangestu ini jadi destinasi favorit mencicipi sate klathak bagi warga Jogja utara, utamanya seputar Jalan Kaliurang.

 

Sumber : IDNtimes.com & Ensiklo.com