Sejarah Keraton Surakarta
Bangunan Keraton masih tetep dijaga dekorasi

Sebelum menjadi destinasi wisata terkenal, Keraton Surakarta memiliki sejarah panjang yang menarik buat kamu ketahui. karen Bung Karno pernah berkata, ‘JASMERAH’ atau singkatan dari Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah. Nah, berikut ini adalah sejarah keraton surakarta yang bisa kamu ketahui.

Awal Mula Surakarta

Sejarah Keraton Surakarta
Pakubuwono X bersama Ratu Mas dan Sekar Kedaton 1935, foto koleksi dari Perpustakaan Sanapustaka Kraton Kasunanan Surakarta

Keraton Surakarta atau nama lengkapny Kasunanan hadiningrat surakarta berdiri setelah adanya konflik berkepanjangan yang terjadi di kerajaan Mataram Islam. Awalnya, pusat pemerintahannya berada di Mentaok, Kotagede Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1645-1677 atau pada masa Amangkurat I, pusat pemerintahan berpindah ke daerah Plered, Kabupaten Bantul. Setelah Plered dikuasai oleh pemberontak, dan juga daerah Plered dianggap sudah tidak layak sebagai tempat pemerintahan. Lalu oleh Amangkurat II mendirikan kerajaan baru pada daerah wonokarto dan berganti nama menjadi kartosura.

Pembangunan kraton inipun mulai dari tahun 1679 dan kemudian terkenal menjadi Kasunanan Kartasura Hadiningrat. Kasunanan ini terus melahirkan penerus tahta hingga Pakubuwono II (1726-1749). Kemudian pada tahun 1744, pusat pemerintahan juga sempat berpindah ke Solo yang kemudian berubah menjadi surakarta.

Konflik Dengan Mataram

Sebelumnya, Pangeran Mangkubumi yang merupakan saudara tiri Pakubuwono II menuntut tahtanya. Akhirnya, karena tidak ingin mengalihkan kekuasaan, Pakubuwono II justru menunjuk Raden Mas Suryadi, putranya, sebagai putra mahkota. Lalu pada tanggal 15 Desember 1749, VOC melantiknya dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono III sebelum sang ayah meninggal pada 20 Desember 1749 meneruskan sejarah Surakarta.

Karena tidak terima dengan keputusan tersebut, akhirnya Pangeran Mangkubumi pun meninggalkan istana dan membangun kerajaan baru yaitu Keraton Yogyakarta untuk menandingi Keraton Kasunanan. Keraton Yogyakarta pun kemudian makin berkembang setelah bergabung dengan Raden Mas Said.

Belanda yang mulai khawatir akan hal tersebut Belanda kemudian mengajukan perjanjian Giyanti pada tanggal 13 februari 1755. Perjanjian ini berisi pembagian wilayah, yaitu kraton kasusunan surakarta dan kasultanan ngayogyakarta. Sejak saat itu, kepemimpinan berlanjut oleh putra mahkota, yaitu Raden Mas Sapardan sebagai penerus dengan gelar Sri Susuhanan Pakubuwono VI.

Pergantian Kekuasaan

Keadaan memanas ketika penerus tahta Kasunanan Hadiningrat berikutnya, Sri Susuhan Pakubuwono IV menjabat. Ia merupakan pemimpin yang sangat amat membenci penjajah. Karena beliau berpaham kejawaen juga membuat segala sesuatu yang tidak sesuai dengannya kemudian ia singkirkan.

Para pejabat istana yang tidak terima akan perlakuan Pakubuwono IV pun akhirnya meminta bantuan VOC untuk melawan Pakubuwono IV. VOC yang bekerja sama dengan Hamengkubuwono I dan Mangknegara I untuk mengepung istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Peristiwa ini terkenang dalam sejarah bernama peristiwa ‘pakepung’.

Kerja Sama Dengan Pangeran Diponegoro

Pakubuwono IV sangat mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajahan. Namun, karena terikat politik dengan Belanda membuatnya tidak bisa terang-terangan mendukung. Hingga pada akhirnya Pakubuwono meninggal, walaupun tertulis menginggal karena kecelakaan, namun ternyata terdapat luka pada lehernya akibat terkena tembakan sniper. Penerus tahta berikutnya adalah pakubuwono VII, yang merupakan pilihan pihak Belanda.

Era Baru Sejarah Surakarta

Penerus tahta sejarah Surakarta Hadiningrat selanjutnya adalah Raden Mas Duksino, putra Pakubuwono VI. Pemerintahan Pakubuwono IX ini terkenal sebagai zaman yang penuh keadilan dan kebijaksanaan. Setelah meninggal, penerus tahta selanjutnya adalah Raden Mas Malikul Kusno, sang putra mahkota. Pakubuwuono X mengisi kekuasaannya dengan babak besar dan sekaligus memulai babak baru bagi sejarah Surakarta Hadinigngrat pada era modern memasuki abad 20-an. Tahtanya pun berlanjut hingga terakhir pada Pakubowono XII. Pakubuwono XII menjadi raja terakhir dalam sejarah Surakarta. Hal ini berbarengan dengan merdekanya Indonesia, Surakarta Hadiningrat bergabung dengan Indonesia dan otomatis bergabung dengan repbulik. Berbeda dengan Yogyakarta, surakarta tidak mendpatkan daerah otonomi khusus bagi kerajaan.

 

Sumber : bobobox.id